Sabtu, 26 Juni 2021

The Journey of "Faith"


Hamil adalah kodrat perempuan. Namun, tidak semua perempuan bisa hamil walaupun itu adalah kodratnya. Ada banyak sebab dan alasan seorang perempuan tidak berkesempatan dalam hidupnya untuk bisa hamil. Jadi ketika seorang perempuan bisa hamil itu adalah sebuah anugerah. Dan bagi saya pribadi, diberi anugerah kehamilan dengan perjuangan di perjalanannya adalah sebuah privilege

Ya, sebuah privilege jika saya harus mengalami 3x keguguran sebelum akhirnya saya bisa menimang bayi saya. Sebuah privilege lagi ketika pada trimester akhir kehamilan keempat, saya pun harus berjuang lagi hingga waktunya kelahiran bayi saya. 

September 2018 saya dinyatakan positif hamil kembali, itu adalah kehamilan keempat saya. Mengalami 3x gagal hamil sebenarnya membuat saya trauma untuk hamil kembali. Namun saya pun bersyukur kepada Tuhan diberi kesempatan lagi. 

Saat itu saya segera melakukan semua cek darah yang disarankan dokter, meliputi TORCH dan beberapa item berkaitan dengan kekentalan darah.
 
                                                        Tes D-dimer
                                                        Tes TORCH
                                            Tes ACA dll (kekentalan darah)
 
Di kehamilan keempat ini saya berkonsultasi dengan dua dokter SpOg untuk lebih meyakinkan diri saja bahwa kehamilan saya baik. 

Ketika membaca hasil TORCH saya, dokter yang pertama menduga kegagalan kehamilan adalah karena ada dua nilai IgG pada hasil tes TORCH saya yang agak tinggi. Oiya, penting sekali para wanita untik melakukan pemeriksaan TORCH disaat merencakan kehamilan karena banyak sekali efek yang serius ke janin jika kita terinfeksi saat hamil. Untuk lebih jelasnya bisa dibaca di sini
 
Oleh karena itu, sejak awal kehamilan saya diresepkan antivirus oleh Dokter hingga usia kandungan sekitar empat bulan. Saya harus meminumnya empat kali sehari dengan jeda jam yang sama. Dari hasil cek darah saya juga diketahui bahwa saya mengidap Hiperagregasi Trombosit, sehingga saya harus minum tablet pengencer darah paling tidak hingga usia kandungan tujuh bulan. 

Setiap hari saya menjalani kehamilan rasanya seperti naik roller-coaster. Perasaan bahagia ketika setiap kontrol dikatakan janin saya sehat dan berkembang baik. Rasa cemas dan takut tentu ada karena saya juga khawatir dengan efek samping berbagai obat-obatan yang saya minum, bagaimana jika seperti ini seperti itu. Saya hanya bisa terus berdoa dan menaruh harapan pada Tuhan. Serta belajar percaya bahwa Dokter pasti sudah memikirkan opsi yang terbaik untuk kehamilan saya. 

Kehamilan saya berjalan lancar dengan diselingi mual, pegal-pegal, kaki yang mulai bengkak, dan mood swing yang membuat hari-hari saya terasa lebih berwarna. Bersyukur saya masih beraktivitas seperti biasa walaupun harus mengurangi dan lebih pelan-pelan.

Ketika usia kandungan empat bulan dokter sudah memberitahukan bahwa plasenta saya ada di bawah (plasenta previa). Namun biasanya plasenta masih bisa naik seiring janin yang membesar. Kata dokter coba ditunggu hingga usia kandungan enam bulan semoga bisa naik dan tidak menutupi jalan lahir. Penjelasan lengkap mengenai Plasenta previa bisa dibaca di sini ya.
 
Suatu hari menjelang minggu ke-31 tiba-tiba saya demam tinggi. Karena hari itu Sabtu, saya sempatkan untuk periksa ke Dokter sore harinya. Dari hasil pemeriksaan, dokter menduga saya kena Rubella dan disarankan untuk tes darah di hari Senin. Perasaan saya campur aduk, bagaimana jika janin saya terinfeksi, dan bahkan cacat. Saya sedih sekali tapi berusaha untuk berpikir positif. 

Tengah malam saya tidak nyenyak tidur, karena demam yang masih tinggi juga. Tiba-tiba saya merasa perut bawah saya agak kram seperti ketika mau haid, dan terasa ada cairan yang keluar dari vagina. Ketika saya cek, saya mengalami perdarahan. Kaget, panik, takut, campur aduk rasanya.
Saya dan suami segera bersiap dan berangkat ke RS. Setelah diobservasi di IGD, saya harus dirawat inap dan full bedrest supaya perdarahannya berhenti. Dari hasil cek darah, diketahui ternyata saya terkena DB, trombosit  yg drop membuat kehamilan saya yang terdiagnosa Plasenta Previa semakin mudah mengalami perdarahan.
 
 
Setelah rawat inap selama 8 hari, kemudian diputuskan saya pulang ke rumah orang tua saja supaya bisa istirahat dan ada mama yang merawat.
Selama di rumah kerjaan saya hanya makan, main hp, tidur dan baca buku. Hanya bangun untuk urusan kamar mandi dan makan saja. Bosan? Luar biasa. Saya yang biasanya aktif seharian ikut mengelola toko suami dan pekerjaan rumah tangga, harus berbaring terus. 

17 hari di rumah, saya bleeding lagi dan harus opname lagi selama 3 hari. Pulang seminggu di rumah, saya bleeding lagi sepulang dari kontrol dokter, saya pun kembali dirawat inap selama 2 hari. Sepulangnya dari RS pun flek masih terus berlanjut karena kandungan saya yang semakin membesar, bahkan hanya karena saya duduk agak lama.
Lelah sekali rasanya secara fisik dan mental harus bolak balik masuk RS, dan berpisah sementara dengan suami. Selain itu, setiap hari rasanya penuh khawatir jika tiba-tiba lahir apakah bayi sudah cukup bulan dan BBnya juga. Saya hanya bisa berusaha dengan makan makanan bergizi dan extra protein, tidak lupa berdoa berserah pada Tuhan. 

Suatu ketika di hari Senin tanggal enam Mei, saya sedang makan sore, tiba-tiba saya merasa ada cairan keluar dari vagina saya. Saya teruskan saja dulu makan sambil mulai WA suami. Selesai makan saya berdiri langsung terasa cairannya menetes terus, dan ternyata darah. Saya segera telepon orang tua saya yang saat itu sedang keluar. Sambil saya menunggu mereka pulang, saya ganti baju, pembalut dan menyiapkan tas. Darah sudah menetes terus di sepanjang lantai yang saya lewati.
Orang tua saya pulang, kami segera bergegas ke RS, jarak rumah ke RS sekitar 30 menit dengan mobil. Rasanya saat itu 30 menit yang mendebarkan sambil saya telepon suami untuk segera berangkat ke RS juga. Di perjalanan saya cemas sekali kalau tiba-tiba kontraksi hebat atau pecah ketuban, atau perdarahan hebat. 

Sampai di RS saya diobservasi dan diputuskan SC jam 11 malam. Saat itu perdarahan saya semakin deras sampai menggenangi kasur IGD bagian bawah dan menetes ke lantai. Saat itu saya hanya berpikir ya sudahlah jika harus dilahirkan. Dokter pasti sudah mempertimbangkan usia dan BB janin saya yang sudah masuk 37 minggu. Lalu kalau sudah perdarahan seperti ini terus saya bisa drop HB, justru malah membahayakan kami. 

Menjelang jam 11 saya diantar masuk ruang operasi. Saya bersyukur untuk suami dan orang tua yang menemani, dan adik kakak yang juga datang memberi support.
Hal yang tidak akan saya lupakan ketika SC adalah saya harus disuntik epidural dua kali sebelum akhirnya diputuskan untuk bius total. Suntikan pertama saya masih bisa merasakan cubitan. Dokter anestesi memberi suntikan lagi, saya masih bisa merasa juga. Suntik epidural itu sakit dan saya harus merasakan dua kali. Tidak apa, saya tetap bersyukur. Akhirnya saya dibius total supaya lebih aman. Karena saya masih tidur maka tidak dilakukan IMD, ini yang membuat saya sedikit kecewa. 
 
Puji syukur kepada Tuhan bayi perempuan saya lahir dengan selamat dan sehat pukul 23.10. Saya dan suami memberi nama Jovanna Cordelia Faith yang artinya anak perempuan cantik dan baik hati yang ada karena iman.
 

Sejak awal hamil saya selalu terbayang nama "Faith" karena saya meyakini bahwa perjuangan kehamilan ini adalah juga perjalanan iman saya.
Saya percaya kisah saya ini hanyalah segelintir dari kisah kehamilan dan persalinan yang juga tidak mudah. Saya juga percaya banyak sekali kisah kehamilan yang lebih sulit daripada saya. Namun, setiap kehamilan itu patut diperjuangkan karena ada sesosok nyawa yang juga sedang berjuang bersama kita. 

Teruntuk para perempuan yang pernah mengalami seperti saya, kita luar biasa 😊 
Dan untuk perempuan-perempuan yang saat ini masih berjuang untuk hamil atau mempertahankan kehamilan, kamu pasti bisa melaluinya. Karena kitalah yang terpilih untuk mendapatkan privilege itu. 


Solo, 25 Juni 2021



Tidak ada komentar:

Posting Komentar