Kamis, 06 Desember 2012

Insight di Siang Bolong_Part 2

Siang ini, kerjaan lumayan sedikit, gak terlalu ribet, n ruangan lagi sepi, tinggal saya berdua ma temen di ruangan (cewe). Karna sama2 gak lagi repot, kita kerja sambil ngobrol panjang lebar. Ini mungkin pertama kalinya pembicaraan bermakna (cieciecie…) antara aku sama dia walopun udah 20 bulan seruangan :D Biasanya cuma obrolan2 soal kerjaan n yang gak penting2 lain (sperti diskon, mode, artis, obrolan2 ringan lain). Tapi siang ini tau2 kita ngobrol yang bermakna :) Apa yang kami obrolkan ? Cekidot :-D

Awal obrolan kita karena temen saya ini bersyukur adiknya  ketrima kerja di luar kota, trus akhirnya kami sama2 cerita awal2 perjuangan kami cari kerja dan akhirnya bekerja di tempat yang sekarang ini. Kisah hidup temen saya ini, kurang lebih mirip dengan saya secara ekonomi, peran dan tanggung jawab dia di keluarga, cuma memang sih tanggung jawab dia lebih besar daripada saya :)  Karena dia cerita, saya juga jadi cerita tentang pergumulan saya cari kerjaan 2 tahun lalu.
Dulu saya punya mimpi buat masa depan saya, setelah lulus kuliah saya mau cari kerjaan yang mentereng, di perusahaan yang bergengsi, gaji yang besar, kantor yang mewah nan elegan di gedung bertingkat, dan peluang untuk itu nggak mungkin saya dapatkan di kota saya, di Solo, saya harus lamar kerjaan di kota2 besar. Itu mimpi saya dulu. Tapi karena terbentur banyak hal, terutama masalah ekonomi, akhirnya saya membiarkan mimpi  itu tidak tercapai.
Waktu saya bergumul cari kerja, saya pernah berdoa kepada Tuhan kalo saya minta kerjaan di Solo aja, saya tau dan saya gak mau “membebani” ortu saya dengan saya cari kerja di luar kota. Saya tau pasti ketika saya cari kerjaan di luar kota, pasti akan butuh biaya buat transport, penginapan, uang makan selama saya tes, wawancara, dll, dan itu nggak mungkin cuma sekali-dua kali, butuh bolak-balik.  Pasti biayanya banyak sekali, karena alasan itulah akhirnya saya “menyerah” cari kerja di Solo aja, atau yang deket2 kyk Jogja, Semarang.  

Itu td alasan pertama saya merelakan mimpi, alasan kedua (yang sering dianggap kebodohan oleh beberapa orang) adalah karena saya mau terlibat dalam pelayanan di Gereja lokal, yaitu pelayanan perpustakaan dan pelayanan pemuridan (punya adik2 PA yang harus dibina). Beberapa orang yang tau alasan kedua saya ini, menganggap saya bodoh ­­­­­karena memilih buat mengerjakan itu daripada mengejar masa depan.

Dan akhirnya Tuhan berikan pekerjaan buat saya hingga saat ini  :)

Jujur, kadang saya masih iri, marah, kecewa, dan tidak terima karena tidak bisa mencapai mimpi saya tadi, kenapa harus ada alasan pertama dan kedua itu, coba kalau semua itu tidak ada, mungkin saya bisa raih mimpi saya. Itu dulu, sekarang udah jauuuuh sangat berkurang, walau masih ada sisa2nya :) Saya udah lebih bisa menerima keadaan, yang gak memungkinkan saya buat meraih mimpi. 

Tapi dari obrolan tadi, saya kembali disadarkan kalo saya sebenernya harus lebih bersyukur, gak melihat hanya dari 1 sisi saja, yaitu hanya melihat temen2 saya yang kelihatannya enjoy dan sukses kerja di luar kota, tetapi harus belajar mengubah paradigma, melihat dari sisi yang lain.

Temen saya bilang, sekarang coba pikirkan bukannya seharusnya saya bersyukur karena dengan penghasilan yang ada (yang mungkin secara jumlah tidak ada apa2nya dibanding temen2 yang kerja di luar kota)saya bisa bantu sekolahin adik saya,itung2 bisa sedikit bantu ortu saya. Dan coba pikirkan juga apakah temen2 saya yang terlihat enjoy di fesbuk itu memang bener2 menikmati pekerjaannya, tdk tertekan dengan gaya hidup kota besar, tekanan pekerjaan, dll, sehingga mereka menghibur diri dengan nge-mall, trip ke LN, belanja-belanja, dll? Dan lebih jauh lagi secara rohani, seharusnya saya bersyukur karena masih dipercayakan pelayanan itu, dan punya kesempatan buat melakukannya. Mungkin saja ada banyak orang yang ingin juga melayani, tapi tidak ada waktu dan kesempatan yang diberikan.

Ada banyak hal yang bisa disyukuri jika tidak melihat hanya dari satu sisi. Tuhan punya “porsi” sendiri bagi anak2Nya, Dia tetap memelihara dan memberikan kepuasan di dalam hati anak2Nya dengan caraNya sendiri. 

Ya, saya kembali bersyukur atas pekerjaan saya, atas kesempatan melayani, atas semua yang mungkin tidak dapat saya raih karena alasan2 itu tadi. Memang gak gampang buat menerima keadaan, saya rasa ini proses dari Tuhan untuk membentuk karakter saya. 



Thx Jesus ! :’)

Senin, 29 Oktober 2012

A Trip to Wonogiri - 26 Oktober 2012



Saturday, 27 Oct 2012

Dalam rangka bulan Keluarga, gereja tempat aku bertumbuh, GKIm Anugerah mengadakan kunjungan ke Hamba Tuhan di pedesaan. Lokasi tempat tujuan kami adalah Wonogiri. Dari sekitar 70 peserta yang ikut dari aktivis dan jemaat, dibagi ke dalam 15 kelompok kecil yang dipimpin 1 orang dan menggunakan satu kendaraan untuk masing2 lokasi yang dituju.
Rombongan berangkat dari Solo sekitar pk. 7.30, kemudian ada briefing sejenak di sebuah Ruko milik Bp. Willy (pengusaha muda yang punya hati bermisi untuk gereja2 di desa), dan tepat pk 9.30 masing2 kelompok meluncur ke lokasi masing2. Ada yang mendapat lokasi di pinggiran Wonogiri, agak pelosok dan pelosok sekali. 

Kelompok saya terdiri dari 5 orang, saya, Bp. Narman sekaligus pengemudi, Mak Handoko, Licia, dan Ibu Ester sebagai pemimpin kelompok. Lokasi yang kami tuju adalah di daerah Mento (di mana itu ? ada di peta gak ya ? hihihi). Gereja yang kami kunjungi adalah GPdI Smirna. Perjalanan kami tempuh sekitar 20 menit dengan melewati Alas Ketu, hutan yang gersang dan panas sekali, dan jika malam sama sekali tidak ada peneranan. Akhirnya kami sampai di desa Mento. Kami disambut ramah oleh keluarga Pendeta Mulyana, yang mengawal perjalanan kami sejak dari Ruko. 

Pdt. Mulyana dan istri sudah melayani di gereja ini sekitar 22 tahun (hampir seumur saya.. :P), beliau punya 2 orang anak : Ester dan Efraim yang baru lulus dan masih kuliah di Salatiga. Yang cukup mengherankan saya adalah Pdt. Mulyana dan istri ini adalah orang Tionghoa. Dalam hati saya kagum karena (jujur) tidak banyak orang Tiong Hoa yang mau melayani di desa dengan penduduk yang semuanya pribumi. Tanpa bermaksud SARA, hanya berdasar cerita Pdt. Mulyana dan fakta yang ada, pasti tidak mudah bagi keluarga ini untuk diterima di sana. Sudah Kristen, Pendeta lagi, sipit lagi, sungguh tidak mudah. Namun akhirnya warga bisa menerima kehadiran mereka, karena keluarga ini tidak mengeksklusifkan diri, mereka membaur dengan warga. Bahkan Pdt. Mulyana dijadikan sesepuh/tokoh masyarakat di desa itu.

Dengan ramah dan terbuka, beliau bercerita awal pelayanan di sana. Beliau bersama istrinya merintis jemaat dengan “darah” dan air mata. Ditolak warga sekitar, rumah diberi pasir dan kotoran, tidak punya uang, belum ada listrik, dan keengganan warga di sana untuk bergaul dengan orang TiongHoa. Karena sangat kekurangan, waktu anak mereka masih kecil sampai2 kekurangan gizi karena hanya diberi makan nasi dan kuah bawang putih yang direbus. Pdt. Mulyana juga harus jalan kaki berkilo2 lewat hutan, menyebrang sungai (belum ada jembatan) untuk memberitakan Injil di desa2 sekitar. Puji Tuhan, akhirnya banyak jiwa2 yang datang kepada Tuhan hingga saat ini jemaat gereja sekitar 60-70 orang. 

Melalui cerita keluarga Pdt. Mulyana, nyata sekali bahwa tangan Tuhan yang setia terus memegang dan memelihara hidup mereka hingga sampai bisa menyekolahkan anak di luar kota, meski mereka tidak berlimpah secara materi. 

Ketika ditanya tentang sukacita dan kesulitan/tantangan melayani di sana, Pdt. Mulyana berkata bahwa sukacitanya sangat banyak. Tetapi kesulitannya juga tidak kalah banyak. Sangat sedih ketika melihat anak2 yang sudah dibina sejak kecil di Sekolah Minggu, tetapi akhirnya mereka menikah dengan pria/wanita beda agama dan akhirnya meninggalkan iman mereka. Juga sedih ketika jemaat “direbut” oleh gereja lain di kota karena mereka menyediakan jemputan PP untuk pergi ke gereja. Tetapi bersyukur kepada Tuhan, karena Tuhan juga memberikan orang2 yang setia untuk bergereja di GPdI Smirna. Bahkan orang2 yang dulu sempat menolak karena Pendetanya orang TiongHoa, sekarang juga setia beribadah. Terpujilah Tuhan !

Dan satu hal lagi, Tuhan nyatakan pemeliharaanNya kepada keluarga ini dengan mengirimkan burung2 Sriti ke belakang rumah Pastori mereka. Bangunan yang belum sepenuhnya jadi malah dihinggapi burung2 ini, sehingga sarangnya bisa dijual. Memang Dia-lah Jehova Jire, Allah yang mencukupkan :’)

Kurang lebih 1,5 jam kami mengobrol dan makan siang bersama dan diakhiri dengan berfoto di depan mimbar gereja. Gedung gerejanya tidak luas, tidak ada AC, hanya 1 kipas angin tinggi di atas, kursi panjang yang sederhana, hiasan2 dinding yang dibuat dari kertas berwarna. 



Akhrinya kami berpamitan dan keluarga Pdt. Mulyana melepas kami pulang ke Solo dengan penuh terima kasih, kami juga mengucapkan sampai berjumpa lagi jika Tuhan mengijinkan.
Ketika di mobil dalam perjalanan ke Solo, aku merenung betapa seharusnya aku juga GKIm Anugerah bersyukur karena dilimpahi dengan tempat dan fasilitas yang sangat memadai untuk kami bergereja. 

Betapa aku seharusnya malu, karena sering bersungut2 ketika rekan pelayanan menyebalkan, ketika pelayananku tidak dihargai, ketika AC tidak berfungsi, ketika harus membersihkan ruangan perpustakaan, ketika harus berlatih di gereja setelah seharian bekerja, ketika datang beribadah waktu hujan, ketika banyak hal dalam gereja tidak terjadi sesuai keinginanku...
Ketika menyadari bahwa hanya karena panggilan Tuhan-lah yang memampukan Pdt. Mulyana terus bertahan melayani di desa itu, aku tertegur karena sampai saat ini aku belum tau apa panggilan secara khusus Tuhan dalam hidupku. 

Ampuni aku Tuhan, aku malu karena merasa belum berbuat apa2 untukMu...

Terimakasih untuk acara kemarin, cukup membuka “kacamata kuda”ku sehingga aku belajar untuk mengetahui juga keadaan pelayanan di tempat lain, tidak hanya di GKIm Anugerah.


Senin, 22 Oktober 2012

Reflection of NKB 200 "So Send I You" - Part 2

Menyambung tulisan saya di SINI, saya kepikir sesuatu lagi buat nulis. Cekidot ! :D

Di postingan itu, saya menulis kalo setiap orang percaya adalah utusan Allah yang diutus bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan Kristus, untuk membuat namaNya dikenal dan semakin banyak orang datang mengikut Dia, lalu mengapa jika diamati di jaman sekarang ini kehidupan orang percaya hanya diisi dengan mengejar dan mengejar saja ? 

Mengejar harta, mengejar kenyamanan hidup, mengejar popularitas, mengejar penerimaan, mengejar jabatan, mengejar ambisi, mengejar lawan jenis, mengejar penampilan lahiriah, de el el. 

Memang semua itu tidak mutlak salah, tetapi menjadi salah apabila semua itu jadi fokus hidup. 

Menjadi berdosa jika fokusnya adalah kepentingan diri, supaya saya semakin kaya, supaya saya terkenal, supaya saya dihormati orang, supaya orang segan dengan saya, supaya saya dicintai, supaya saya tidak dianggap remeh, etc. Semuanya berpusat ke diri sendiri. 

Lalu, jika sudah menimbun kekayaan, dihormati orang, dipuja-puji, punya jabatan TOP, dll, apakah merasa puas ? Saya rasa tidak. Manusia diciptakan dengan satu keunikan, yaitu tidak akan pernah puas dengan apapun yang diraihnya, kecuali kepuasan itu dia dapatkan dari PenciptaNya.

Jadi pengen nge-post quote-nya Blaise Pascal "There is a God-shaped vacuum in the heart of every man which cannot be filled by any created thing, but only by God, the Creator, made known through Jesus Christ."

Merenungi hidup saya, 

Berapa persen waktu hidupku sampe saat ini yang aku habiskan untuk "pengejaran" itu ?

Seberapa besar porsiku mengejar keserupaan dengan Kristus jika dibandingkan dengan porsiku mengejar ambisi, harta, popularitas, penampilan ?
 

Tuhan ampuni aku karena sebagai utusan-Mu, aku tidak hidup bagi kepentingan-Mu... 
Ampuni aku jika aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk membuat diriku lebih dikenal daripada untuk membuat orang mengenal-Mu...




Minggu, 21 Oktober 2012

Reflection of NKB 200 "So Send I You"

Kemaren di Kebaktian Minggu ada satu lagu yang dinyanyiin, lagu ini diambil dari NKB No. 200 “Kuutus Kau”, liriknya kayak gini nih :

‘Ku utus ‘kau mengabdi tanpa pamrih,
berkarya t’rus dengan hati teguh,
meski dihina dan menanggung duka;
‘Ku utus ‘kau mengabdi bagiKu.

‘Ku utus ‘kau membalut yang terluka,

menolong jiwa sarat berkeluh,
menanggung susah dan derita dunia.
‘Ku utus ‘kau berkurban bagiKu.

‘Ku utus ‘kau kepada yang tersisih,

yang hatinya diliputi sendu,
sebatang kara, tanpa handai taulan.
‘Ku utus ‘kau membagi kasihKu.

‘Ku utus ‘kau, tinggalkan ambisimu,

padamkanlah segala nafsumu,
namun berkaryalah dengan sesama.
‘Ku utus ‘kau bersatulah teguh.

‘Ku utus ‘kau mencari sesamamu

yang hatinya tegar terbelenggu,
‘tuk menyelami karya di Kalvari.
‘Ku utus ‘kau mengiring langkahKu.

Coda:

Kar’na Bapa mengutusku, ‘Ku utus ‘kau

Waktu nyanyiin ini, gak kerasa mataku berkaca-kaca..lagu ini sungguh indah, juga menegur. Memang benar kata2 dalam lagu ini, setiap orang percaya adalah utusan Allah untuk dunia ini. Seperti Amanat Agung Tuhan Yesus, yaitu setiap orang percaya diberikan mandat untuk pergi, menjadikan semua bangsa menjadi murid Kristus, membaptis dalam nama Tuhan Yesus dan mengajarkan segala yang telah Yesus perintahkan (Mat 28 : 19-20). Bila disimpulkan, orang percaya diutus bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan Kristus, untuk membuat namaNya dikenal dan semakin banyak orang datang mengikut Dia.

Sedikit merenungkan lagu itu, aku diutus (baca : ditaruh Allah di dunia ini) bukan untuk mengejar kemapanan hidup, aku diutus bukan untuk berlomba meraih popularitas, aku diutus bukan untuk menimbun kekayaan, aku diutus bukan untuk mencari penerimaan orang dan menyenangkan semua orang, aku diutus bukan untuk membangun ambisi setinggi langit, aku diutus bukan untuk menyenangkan diriku, tetapi aku diutus untuk kepentingan-Nya… berat memang, tidak mudah. Tapi ada janji yang indah  dari Kristus, bahwa Dia akan menyertai sampai akhir zaman, tidak akan pernah ditinggalkanNya sendirian (Mat 28:20b)

Biar lebih ngena di hati, mau ganti beberapa lirik lagu itu deh, untuk kalangan sendiri (maap ye Mrs. Margaret Clarkson,  minta ijin buat edit liriknya) :D

Yok nyanyi sama2…

Dia utus ku mengabdi tanpa pamrih,
berkarya t’rus dengan hati teguh,
meski dihina dan menanggung duka;
Dia utus  ku mengabdi bagiNya.

Dia utus ku membalut yang terluka,

menolong jiwa sarat berkeluh,
menanggung susah dan derita dunia.
Dia utus ku  berkurban bagiNya.

Dia utus ku kepada yang tersisih,

yang hatinya diliputi sendu,
sebatang kara, tanpa handai taulan.
Dia utus ku membagi kasihNya.

‘Dia utus ku, tinggalkan ambisiku,

memadamkan segala nafsuku,
namun berkaryalah dengan sesama.
Dia utus ku bersatulah teguh.

Dia utus ku mencari sesamaku

yang hatinya tegar terbelenggu,
‘tuk menyelami karya di Kalvari.
Dia utus ku mengiring langkahMu.

Coda:

Kar’na Bapa mengutusNya, Dia utus ku…



Kamis, 11 Oktober 2012

5 THINGS before 30....



x things before xx … hehehee… pas buka blog banyak yang posting tentang ini, dengan berbagai variasi.. jadi kepengen nulisin mimpi juga :)

Kalo gak salah, pertama kali yang nulis tentang ini ci Lia Stoltfuz ya, trus sambung-menyambung yang lain..
Mau nulis 10 koq rasanya belum kepikir, hmm…. 5 aja deh, spertinya masih bisa bermimpi kalo 5 hal.. hehe :D
Here they are,
  • Menikah
Yap, the simple thing : menikah. Hampir semua cewe normal, pasti pengen lah menikah. Begitupun aku, dengan segala mimpi negeri dongeng n kesulitan2 yang bakal ada, aku ingin menikah suatu hari nanti J Menikah sama siapa sampe saat ini aku belum tau, tapi aku percaya jika Tuhan ijinkan aku untuk menikah, Dia yang menyediakan dan mempertemukan kami #praying

  • Punya usaha sendiri / berwiraswasta
Nanti kalo udah nikah, n kalo my future husband bisa mencukupi semua kebutuhan keluarga, aku gak pengen kerja di kantor lagi yang bener2 menghabiskan +/- 1/3 hariku. Aku pengen full atur rumah, urus suami n anak2. So, dari sekarang aku lagi mikir mau rintis usaha apa. Beberapa yang sempet kepikir, jual beras di rumah (kecil2an aja dulu) n  usaha catering MP-ASI. Sekarang malah ikut nyemplung di usaha cici aku, susu kedele, hehe… :)

  • Nyekolahin adikku sampe masuk kuliah
Satu komitmenku waktu mulai mikirin n akhirnya dapet kerjaan adalah bantu biaya skul adekku semata wayang. Sekarang dia masih kelas 2 SMP, so kira-kira 4-5 tahun (so aku  masih di bawah 30 tahun, hohoho) lagi dia baru lulus SMA trus masuk kuliah. Aku pingin, setidaknya bisa bantu dia skul sampe SMA n masukin ke univ. Abis itu, dia bisa kuliah sambil kerja.

  • Pengen mission trip !
Yap, from the deepest of my heart, aku pengen ikut perjalanan misi.. entah ke luar pulau, ke desa2 d pulau Jawa or ke luar negeri ! Bantu2 aja gpp deh, yang penting pernah nyemplung (walo belum bener2 basah kuyup) ke ladang misi. Hohoho…

  • Bisa masak
Dari kecil aku sama sekali gak suka urusan dapur, tapi entah kenapa waktu akhir2 kuliah jadi seneng nyoba2 resep masakan yang simple2. Rasanya puas kalo berhasil bikin n hasilnya enak :)
So, krn kelak aku pengen jd full-time mother (no. 2) aku harus bisa masak, biar hemat daripada jajan /beli lauk di luar terus.

Befor 30..hmm…masih (or tinggal) 5.5 tahun lagi… pasti gak kerasa, bisa gak ya mengejar 5 hal tadi ? #hope and pray