Siapa yang menakar air laut dengan lekuk tangannya dan mengukur langit dengan jengkal, menyukat debu tanah dengan takaran, menimbang gunung-gunung dengan dacing, atau bukit-bukit dengan neraca?
Sesungguhnya, bangsa-bangsa adalah seperti setitik air dalam timba dan dianggap seperti sebutir debu pada neraca. Sesungguhnya, pulau-pulau tidak lebih dari abu halus beratnya.
Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia yang membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman!
Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekaliannya? Satupun tiada yang tak hadir, oleh sebab Ia maha kuasa dan maha kuat.
Beberapa ayat dari Yesaya 40 di atas menyatakan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang Maha Kuasa, Allah yang hebat, Allah yang tak tertandingi.
Bayangkan galaksi bimasakti, sadarlah bahwa ada beribu galaksi lain di dunia.
Bayangkan matahari dalam tata surya kita, dan ingatlah bahwa ada matahari2 yang lebih besar di galaksi yang lain.
Bayangkan bumi yang kita tempati saat ini, bumi yang kotor karena dosa dan kejahatan penghuninya, bumi yang hanya setitik di alam semesta.
Lalu, siapakah manusia ? Debu ? Menurut saya, manusia itu bahkan bagaikan debu yang dipecah2 menjadi bagian2 yang lebih kecil lagi kalo dibandingkan dengan semesta.
Kalau begitu, manusia yang mikron ini harus bergantung pada siapa ? Ciptaan tidak bisa lepas dari Penciptanya. Manusia tidak berdaya, di"tiup" sedikit saja oleh Allah, manusia sudah tidak bisa apa2 lagi.
Kalo gt, knp manusia (termasuk saya ;p) masih sering ngeyel sama Allah ya ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar